Pada era globalisasi
kini, kemajuan teknologi sangatlah berkembang pesat dan semakin canggih.
Manusia pun ditantang untuk bisa mengikuti perkembangan teknologi tersebut.
Banyak kaum remaja bahkan dewasa yang mulai kecanduan dengan
perkembangan-perkembangan teknologi yang disuguhkan.
Media baru yang sedang
popular di masyarakat yaitu internet dan media sosial. Adanya internet ialah
memudahkan manusia untuk mengakses suatu informasi atau pun hal – hal lainnya.
Sedangkan media sosial juga sudah menjadi faktor penting interaksi antar
manusia. Dengan kehadirannya media sosial sekarang ini, manusia sudah bisa berkomunikasi
dengan kerabat jauh di luar kota, luar pulau, atau luar negeri. Dalam mengakses
media sosial pun terbilang mudah, dan tidak menyulitkan. Karena tidak
membutuhkan suatu rumus untuk bisa menggunakan media sosial. Media sosial di
Indonesia pun sedang diminati oleh masyakarat Indonesia, karena memiliki
tampilan yang menarik dan juga cara mengaksesnya yang mudah sehingga banyak
masyarakat Indonesia menggunakannya dan tradisi seperti SMS, surat-menyurat pun
tergantikan oleh chatting yang disediakan oleh para pendiri aplikasi-aplikasi
seperti WhatsApp, Line, e-mail, BBM dan sebagainya.
Media sosial memiliki
arti sebagai sarana yang digunakan oleh orang-orang untuk berinteraksi satu
sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan
gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual (McGraw Hill Dictionary).
Sedangkan akses memiliki
arti sebagai area kebijakan publik utama bagi mereka yang melihat Internet
sebagai layanan universal dan memiliki pengaruh signifikan terhadap politik dan
ekonomi (Rice et al., 2001). Istilah biasa untuk akses diferensial dan
penggunaan Internet menurut jenis kelamin, pendapatan, ras dan lokasi adalah
'kesenjangan digital' (Cooper and Kimmelman, 1999, Hoffman dan Novak, 1998;
Hoffman et al., 1996; McConnaughey dan Laden, 1998; Strover, 2003, lihat juga
seri Falling Through the Net oleh US National Telecommunications and
Information Adminis tration (misalnya NTLA, 2002)).
Setiap orang kini dapat
mengakses internet dan media sosial, tidak hanya di kalangan remaja dan dewasa,
bahkan balita pun sudah bisa mengakses internet dan media sosial tersebut. Hal
ini tentu saja bisa berdampak positif maupun negatif.
Jika di lihat dari sudut
pandang negatif, menurut Van Dijk (1999) percaya bahwa akan banyak informasi di
Internet yang akan sulit diketahui apa yang benar dan dengan demikian akan
menyebabkan pengambilan keputusan yang salah). Orang tidak akan merasa
merespons permintaan yang menggambarkan pendapat orang lain atau mereka dapat
memfilter informasinya sehingga mereka hanya menerima apa yang secara langsung
menarik perhatian mereka. Penyaringan dan personalisasi berita melalui agen
perangkat lunak dapat menyebabkan pemikiran sempit dan fragmentasi sosial. Oleh
karena itu, pandangan yang bertentangan atau pendapat seseorang tertentu
mungkin tidak akan pernah sampai pada orang tersebut, sehingga individu
tersebut tetap tidak tahu perspektif lawan. Kedua, tidak semua orang memiliki
sumber daya untuk membayar pendapat periklanan selain kendala akses yang
sekarang sudah familiar seperti pengetahuan teknologi dan teknologi sehingga
membatasi hak kebebasan berbicara beberapa orang.
Untuk media sosial
sendiri, dampak negatif yang muncul ialah timbulnya rasa kecanduan dan memicu orang
untuk mengisolasikan diri dari lingkungan sekitar, semakin banyak waktu yang
kita habiskan untuk online, semakin sedikit waktu kita untuk berinteraksi
langsung dengan keluarga kita, tetangga kita, dan anggota masyarakat lainnya dan
dapat juga disebut dengan anti sosial. Lalu akan timbulnya cybercrime yang
dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Jenis-jenis cybercrime
pun bermacam-macam, di antaranya carding, hacking, cracking, phising, dan
spamming. Lalu selanjutnya ialah Pornografi. Banyak
orang-orang yang tidak bertanggungjawab akan melakukan penyebaran secara luas
mengenai pornografi tersebut, dan masih banyak lagi.
Untuk dampak positif dari
internet yaitu sebagai sarana untuk mencari dan memberikan informasi. Internet
juga berfungsi sebagai media komunikasi yaitu dengan media sosial. Untuk media
sosial sendiri digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi dengan pengguna
lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari
saya pun, tak terlepas dari internet dan media sosial. Saya pun menggunakan
internet sebagai hiburan dan juga mengakses informasi. Akan tetapi, saya
merasakan sendiri, jika menggunakan internet dan media sosial secara berlebihan
menimbulkan dampak negatif terhadap diri saya. Dampak negatif yang saya rasakan
sendiri ialah karena penggunaan internet dan media sosial yang menimbulkan rasa
kecanduan, membuat saya menjadi malas belajar, menjadi anti sosial dan tidak
peka terhadap lingkungan. Selain itu intensitas mengobrol saya dengan
teman-teman dan keluarga saya menjadi berkurang karena terlalu asyik bermain
internet dan media sosial. Tetapi, dampak positif pun juga saya dapatkan, yakni
saya bisa mendapatkan informasi-informasi baru yang belum saya ketahui, serta
saya bisa berkomunikasi dengan teman-teman yang sedang tidak bersama saya.
Kasus lainnya ialah ibu
saya sendiri. Ibu saya merupakan seseorang yang di bilang kurang tanggap
terhadap teknologi. Untuk mengenal teknologi pun harus diajarkan anak-anaknya
terlebih dahulu hingga mengerti. Ketika belum mengenal teknologi-teknologi baru
pun ibu saya seringkali berbeda pendapat dengan anak-anaknya mengenai
penggunaan media baru itu sendiri. Namun,ketika ibu saya sudah mengenal
teknologi, ibu saya menjadi seperti kencaduan terhadap teknologi, bahkan lebih
parah dari anak-anaknya. Misal saja, jika menyuruh anaknya untuk melaksanakan
shalat 5 waktu, ketika belum mengenal teknologi ibu saya menyuruh anak-anaknya
dengan langsung menghampiri anak-anaknya, namun ketika sudah mengenal teknologi
ibu saya menyuruh anaknya untuk shalat melalui aplikasi chatting WhatsApp. Kasus
ini menjelaskan terkait dengan apa yang dijelaskan oleh Van Dijk (1999) mengenai
identifikasi hambatan umum yang mempengaruhi penggunaan media baru, salah
satunya ialah tentang orang tua yang tidak terampil, diintimidasi oleh
teknologi baru atau mengalami pengalaman pertama yang buruk dengannya. Hal ini
dikarenakan para orang tua merasa tidak tertarik dengan kehadirannya
teknologi-teknologi baru.
Referensi:
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006. Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consquences of ITCs. London : Sage Publication Ltd.
0 komentar:
Posting Komentar